MUNCULNYA IDE
KOPERASI & PERKEMBANGAN KOPERASI DALAM INDONESIA
Kegiatan berkoperasi dan organisasi
koperasi pada mulanya diperkenalkan di Inggris di sekitar abad pertengahan.
Pada waktu itu misi utama berkoperasi adalah untuk menolong kaum buruh dan
petani yang menghadapi problem-problem ekonomi dengan menggalang kekuatan
mereka sendiri. Kemudian di Perancis yang didorong oleh gerakan kaum buruh yang
tertindas oleh kekuatan kapitalis sepanjang abad ke 19 dengan tujuan utamanya
membangun suatu ekonomi alternatif dari asosiasi-asosiasi koperasi menggantikan
perusahaan-perusahaan milik kapitalis.
Ide koperasi ini kemudian menjalar
ke AS dan negara-negara lainnya di dunia. Di Indonesia, baru koperasi
diperkenalkan pada awal abad 20. Sejak munculnya ide tersebut hingga saat ini,
banyak koperasi di negara-negara maju seperti di Uni Eropa (UE) dan AS sudah
menjadi perusahaan-perusahaan besar termasuk di sektor pertanian, industri
manufaktur, dan perbankan yang mampu bersaing dengan korporat-korporat
kapitalis.Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju dan
negara sedang berkembang memang sangat diametral.
Di negara maju koperasi lahir
sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan
berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu
koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi
termasuk dalam perundingan internasional.
Peraturan perundangan yang mengatur
koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka
melindungi dirinya. Sedangkan, di negara sedang berkembang koperasi dihadirkan
dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam
menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena
itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi
dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara
sedang berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa
sendiri setelah kemerdekaan.
Menurut data dari ICA, di dunia saat
ini sekitar 800 juta orang adalah anggota koperasi dan diestimasi bahwa koperasi-koperasi
secara total mengerjakan lebih dari 100 juta orang, 20% lebih dari jumlah yang
diciptakan oleh perusahaan-perusahaan multinasional. Pada tahun 1994,
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa kehidupan dari hampir 3
miliar orang, atau setengah dari jumlah populasi di dunia terjamin oleh
perusahaan-perusahaan koperasi.
Tidak hanya di negara sedang
berkembang yang pendapatan per kapitanya rendah, tetapi juga di negara maju
yang pada uumnya adalah ekonomi kapitalis seperti di Amerika Utara dan Jepang
atau yang semi kapitalis seperti di negara-negara Eropa Barat, khususnya
Skandinavia peran koperasi sangat penting. di tujuh negara Eropa menunjukkan
bahwa pangsa dari koperasi-koperasi dalam menciptaan kesempatan kerja mencapai
sekitar 1 persen di Perancis dan Portugal hingga 3,5 persen di Swiss.
Perkembangan koperasi yang sangat pesat di negara maju tersebut membuktikan
bahwa tidak ada suatu korelasi negatif antara masyarakat dan ekonomi modern dan
perkembangan koperasi.
Dalam kata lain, koperasi tidak akan
mati di tengah-tengah masyarakat dan perekonomian yang modern, atau pengalaman
tersebut memberi kesan bahwa koperasi tidak bertentangan dengan ekonomi
kapitalis. Sebaliknya, koperasi-koperasi di negara maju selama ini tidak hanya
mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar non-koperasi, tetapi mereka
juga menyumbang terhadap kemajuan ekonomi dari negara-negara kapitalis
tersebut. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa koperasi lahir pertama kali di
Eropa yang juga merupakan tempat lahirnya sistem ekonomi kapitalis.
Koperasi harus memiliki
keunggulan-keunggulan kompetitif dibandingkan organisasi-organisasi bisnis
lainnya untuk bisa menang dalam persaingan di dalam era globalisasi dan
perdagangan bebas saat ini.
Keunggulan kompetitif disini
didefinisikan sebagai suatu kekuatan organisasional yang secara jelas
menempatkan suatu perusahaan di posisi terdepan dibandingkan
pesaing-pesaingnya. Faktor-faktor keunggulan kompetitif dari koperasi harus
datang dari: (1) sumber-sumber tangible seperti kualitas atau keunikan dari
produk yang dipasarkan (misalnya formula Coca-Cola Coke) dan kekuatan modal;
(ii) sumber-sumber bukan tangible seperti brand name, reputasi, dan pola
manajemen yang diterapkan (misalnya tim manajemen dari IBM); dan (iii) kapabilitas
atau kompetensi-kompetensi inti yakni kemampuan yang kompleks untuk melakukan
suatu rangkaian pekerjaan tertentu atau kegiatan-kegiatan kompetitif (misalnya
proses inovasi dari 3M).
Menurutnya, salah satu yang harus
dilakukan koperasi untuk bisa memang dalam persaingan adalah menciptakan
efisiensi biaya. Tetapi ini juga bisa ditiru/dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan lain (non-koperasi). Jadi, ini bukan suatu keunggulan
kompetitif yang sebenarnya dari koperasi. Menurutnya satu-satunya keunggulan kompetitif
sebenarnya dari koperasi adalah hubungannya dengan anggota. Selain itu, agar
suatu koperasi dapat beroperasi dengan sukses juga harus menerapkan beberapa
hal di bawah ini : (1) memakai komite-komite, penasehat-penasehat dan ahli-ahli
dari luas secara efektif; (2) selalu memberikan informasi yang lengkap dan up
to date kepada anggota-anggotanya sehingga mereka tetap terlibat dan suportif;
(3) melakukan rapat-rapat atau pertemuan-pertemuan bisnis dengan memakai agenda
yang teratur, prosedur-prosedur parlemen, dan pengambil keputusan yang
demokrasi; (4) mempertahankan relasi-relasi yang baik antara manajemen dan
dewan direktur/pengurus dengan tugas-tugas dan tanggung jawab- tanggung jawab
yang didefinisikan secara jelas; (5) mengikuti praktek-praktek akutansi yang
baik, dan mempersentasikan laporan-laporan keuangan secara regular; (6)
mengembangkan aliansi-aliansi dengan koperasi-koperasi lainnya; dan (7)
mengembangkan kebijakan-kebijakan yang jelas terhadap konfidensial dan konflik
kepentingan.
·
Kondisi Koperasi di Indonesia (dengan sistem Pancasila)
Dalam sistem perekonomian Indonesia
dikenal ada tiga pilar utama yang menyangga perekonomian. Ketiga pilar itu
adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), dan
Koperasi. Ketiga pilar ekonomi tersebut mempunyai peranan yang masing-masing
sangat spesifik sesuai dengan kapasitasnya. Dari ketiga pilar itu, koperasi,
walau sering disebut sebagai soko guru perekonomian, secara umum merupakan
pilar ekonomi yang "jalannya paling terseok" dibandingkan dengan BUMN
dan apalagi BUMS.
Padahal koperasi selama ini sudah
didukung oleh pemerintah sesuai kedudukannya yang istimewa yaitu sebagai soko
guru perekonomian. Ide dasar pembentukan koperasi sering dikaitkan dengan pasal
33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa "Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan". Dalam Penjelasan
UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas
kekeluargaan itu adalah koperasi. Tafsiran itu sering disebut sebagai perumus
pasal tersebut. Kata azas kekeluargaan ini, walau bisa diperdebatkan, sering
dikaitkan dengan koperasi sebab azas pelaksanaan usaha koperasi adalah juga
kekeluargaan. Berdasarkan data resmi dari Departemen Koperasi dan UKM, sampai
dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat
sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000
orang.
Jumlah itu jika dibanding dengan
jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali
lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup
menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit
(88,14%). Hingga tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif mencapai
71,50%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42%
koperasi saja. Tahun 2006 tercatat ada 138.411 unit dengan anggota 27.042.342
orang akan tetapi yang aktif 94.708 unit dan yang tidak aktif sebesar 43.703
unit. Bagaimana prospek koperasi Indonesia ke depan? Untuk menjawabnya, dua hal
yang harus dilihat terlebih dahulu, yakni sejarah keberadaan koperasi dan
fungsi yang dijalankan oleh koperasi yang ada di Indonesia selama ini. Dalam
hal pertama itu, pertanyaannya adalah apakah lahirnya koperasi di Indonesia
didorong oleh motivasi seperti yang terjadi di negara maju (khususnya di
Eropa), yakni sebagai salah satu cara untuk menghadapi mekanisme pasar yang
tidak bekerja sempurna.
Dalam hal kedua tersebut,
pertanyaannya adalah apakah koperasi berfungsi seperti halnya di negara maju
atau lebih sebagai “instrumen” pemerintah untuk tujuan-tujuan lain. Gagasan
tentang koperasi telah dikenal di Indonesia sejak akhir abad 19, dengan
dibentuknya organisasi swadaya untuk menanggulangi kemiskinan di kalangan
pegawai dan petani yang kemudian dibantu pengembangannya hingga akhirnya
menjadi program resmi pemerintah. Jadi, dapat dikatakan bahwa pengembangan
koperasi selanjutnya yang meluas keseluruh pelosok tanah air lebih karena
dorongan atau kebijakan pengembangan koperasi dari pemerintah, bukan sepenuhnya
inisiatif swasta seperti di negara maju; walaupun di banyak daerah di Indonesia
koperasi lahir oleh inisiatif sekelompok masyarakat.
Gerakan koperasi sendiri
mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947
melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih
unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman
penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan
yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah
kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi.
Paling tidak dengan dasar yang kuat
tersebut sejarah perkembangan koperasi di Indonesia telah mencatat tiga pola
pengembangan koperasi. Secara khusus pemerintah memerankan fungsi sebagai
pengatur dan pengembang sekaligus. Bung Hatta sendiri mulai tertarik kepada sistem
koperasi agaknya adalah karena pengaruh kunjungannya ke negara-negara
Skandinavia, khususnya Denegara majuark, pada akhir tahun 1930-an. Walaupun ia
sering mengaitkan koperasi dengan nilai dan lembaga tradisional gotong-royong,
namun persepsinya tentang koperasi adalah sebuah organisasi ekonomi modern yang
berkembang di Eropa Barat. Ia pernah juga membedakan antara "koperasi
sosial" yang berdasarkan asas gotong royong, dengan "koperasi
ekonomi" yang berdasarkan asas-asas ekonomi pasar yang rasional dan kompetitif.
Bagi Bung Hatta, koperasi bukanlah sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar
dalam masyarakat tradisional. Koperasi, baginya adalah sebuah lembaga
self-helplapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa
mengendalikan pasar.
Karena itu koperasi harus bisa
bekerja dalam sistem pasar, dengan cara menerapkan prinsip efisiensi. Namun,
sejak diperkenalkan koperasi di Indonesia pada awal abad 20, dan dalam
perkembangannya hingga saat ini koperasi di Indonesia mempunyai makna ganda
yang sebenarnya bersifat ambivalent, yakni koperasi sebagai badan usaha dan
sekaligus juga sebagai jiwa dan semangat berusaha. Untuk pengertian yang
pertama, koperasi sering dilihat sebagai salah satu bentuk usaha yang bisa
bergerak seperti bentuk usaha lainnya yang dikenal di Indonesia seperti PT, CV,
Firma, NV. Menurutnya, dalam kerangka seperti inilah, koperasi sepertinya
diperkenankan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Karena pengertian
inilah, pusat-pusat koperasi dan induk koperasi dibentuk dengan tujuan agar
dapat memperkuat eksistensi koperasi primer.
Contohnya adalah dibentuknya PUSKUD
(Pusat Koperasi Unit Desa) dan INKUD (Induk Koperasi Unit Desa). Sedangkan
dalam konteks makna kedua tersebut, usaha yang dilakukan koperasi disusun
berdasarkan atas azas kebersamaan. Karena kebersamaannya ini, bentuk
kepemilikan properti pada koperasi yang "konservatif" sering tidak
diwujudkan dalam bentuk kepemilikan saham melainkan dalam wujud simpanan baik
wajib maupun pokok dan sukarela, iuran, sumbangan dan bentuk lainnya.
Konsekuensi dari bentuk kepemilikan seperti itu adalah sebutan kepemilikannya
bukan sebagai pemegang saham melainkan sebagai anggota. Oleh karenanya,
koperasi sering dijadikan alat untuk mencapai tujuan yang ditetapkan para
anggotanya atau untuk kesejahteraan anggota. Secara bisnis, sebenarnya makna
ganda koperasi ini cukup merepotkan. Karena koperasi diakui sebagai badan
usaha, maka kiprah usaha koperasi mestinya harus seperti badan usaha lainnya.
Dalam artian ini, sebagai sebuah
badan usaha, koperasi mestinya mengejar profit sebesar-besarnya dengan
langkah-langkah dan perhitungan bisnis seperti yang biasa dilakukan oleh
perusahaan lainnya. Namun langkah bisnis ini sering "bertabrakan"
dengan keinginan anggotanya yakni menyejahterakan anggota. Sehingga dalam
konteks ini, penghitungan kelayakan usaha koperasi, jika hanya mengandalkan
aspek liquiditas, solvabilitas dan rentabilitas usaha, menjadi tidak tepat.
Mungkin perbedaan yang paling besar antara koperasi di negara-negara lain,
khususnya negara maju, dengan di Indonesia adalah bahwa keberadaan dan peran
dari koperasi di Indonesia tidak lepas dari ideologi Pancasila dan UUD 45,
yakni merupakan lembaga kehidupan rakyat Indonesia untuk menjamin hak hidupnya
memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sehingga
mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia,
sebagaimana dimaksud oleh Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang sepenuhnya merupakan
hak setiap warga negara (Hariyono, 2003).
Konsukwensinya, koperasi di Indonesia
memiliki tanggung jawab sosial jauh lebih besar daripada tanggung jawab
“bisnis” yang menekankan pada efisiensi, produktivitas, keuntungan dan daya
saing, dan sangat dipengaruhi oleh politik negara atau intervensi pemerintah
dibandingkan koperasi di negara maju. Sementara itu, ciri utama perkembangan
koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu: (i)
program pembangunan secara sektoral seperti koperasi pertanian, koperasi desa,
KUD; (ii) lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi
fungsional lainnya; dan (iii) perusahaan baik milik negara (BUMN) maupun swasta
(BUMS) dalam koperasi karyawan. Sebagai akibatnya prakarsa masyarakat luas
kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat semestinya. Menurutnya,
intervensi dari pemerintah yang terlalu besar sebagai salah satu penyebab utama
lambatnya perkembangan koperasi di Indonesia.
Selama ini koperasi dikembangkan dengan
dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer dan distribusi yang memberikan
lapangan kerja terbesar bagi penduduk Indonesia. Sebagai contoh sebagian besar
KUD sebagai koperasi program di sektor pertanian didukung dengan program
pembangunan untuk membangun KUD. Disisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk
mendukung program pembangunan pertanian untuk swasembada beras seperti yang
dilakukan selama pembangunan jangka panjang pertama pada era Orde Baru menjadi
ciri yang menonjol dalam politik pembangunan koperasi. Sedangkan dilihat dari
strukturnya, organisasi koperasi di Indonesia mirip organisasi pemerintah/
lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional.
Hal ini telah menunjukkan kurang
efektifnya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Tidak
jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan.
Fenomena ini sekarang ini harus diubah karena adanya perubahan orientasi bisnis
yang berkembang sejalan dengan proses globalisasi dan liberalisasi perdagangan
dan ekonomi. Untuk mengubah arah ini hanya mampu dilakukan bila penataan mulai
diletakkan pada daerah otonom.
·
Faktor yang dapat Mempengaruhi Kemajuan Koperasi di
Indonesia
Pengembangan koperasi di Indonesia
selama ini barulah sebatas konsep yang indah, namun sangat sulit untuk
diimplementasikan.
Semakin banyak koperasi yang tumbuh
semakin banyak pula yang tidak aktif. Bahkan ada koperasi yang memiliki badan
hukum, namun kehadirannya tidak membawa manfaat sama sekali. Koperasi tidak
mungkin tumbuh dan berkembang dengan berpegang pada tata kelola yang tradisonal
dan tidak berorientasi pada pemuasan keperluan dan keinginan konsumen. Koperasi
perlu diarahkan pada prinsip pengelolaan secara modern dan aplikatif terhadap
perkembangan zaman yang semakin maju dan tantangan yang semakin global.
Dari kemungkinan banyak faktor
penyebab kurang baiknya perkembangan koperasi di Indonesia selama ini, salah
satunya yang paling serius adalah masalah manajemen dan organisasi. Oleh karena
itu, ia menegaskan bahwa koperasi di Indonesia perlu mencontoh implementasi
good corporate governance (GCG) yang telah diterapkan pada
perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum perseroan. Prinsip GCG dalam beberapa
hal dapat diimplementasikan pada koperasi. Untuk itu, regulator, dalam hal ini
Kementerian Koperasi dan UKM perlu memperkenalkan secara maksimal suatu konsep
GCG atau tata kelola koperasi yang baik. Lebih rincinya konsep GCG sektor
koperasi perlu dimodifikasi sedemikian rupa untuk menjawab tantangan
pengelolaan koperasi yang semakin kompleks. Implementasi GCG perlu diarahkan
untuk membangun kultur dan kesadaran pihak-pihak dalam koperasi untuk
senantiasa menyadari misi dan tanggung jawab sosialnya, yaitu menyejahterakan
anggotanya.
Dalam mengimplementasikan GCG,
koperasi Indonesia perlu memastikan beberapa langkah strategis yang memadai
dalam implementasi GCG. Pertama, koperasi perlu memastikan bahwa tujuan
pendirian koperasi benar-benar untuk menyejahterakan anggotanya. Pembangunan
kesadaran akan tujuan perlu dijabarkan dalam visi, misi dan program kerja yang
sesuai. Pembangunan kesadaran akan mencapai tujuan merupakan modal penting bagi
pengelolaan koperasi secara profesional, amanah, dan akuntabel.
Ketidakamanahan dari pengurus dan
anggota akan membawa koperasi pada jurang kehancuran. Inilah yang harus
diperkecil dengan implementasi GCG. Kedua, perbaikan secara menyeluruh.
Kementerian Koperasi dan UKM perlu menyiapkan blue print pengelolaan koperasi
secara efektif dan terencana. Blue print koperasi ini nantinya diharapkan akan
menjadi panduan bagi seluruh koperasi Indonesia dalam menjalankan kegiatan
operasinya secara profesional, efektif dan efisien. Ketiga, pembenahan kondisi
internal koperasi. Praktik-praktik operasional yang tidak efisien dan
mengandung kelemahan perlu dibenahi. Dominasi pengurus yang berlebihan dan
tidak sesuai dengan proporsinya perlu dibatasi dengan adanya peraturan yang
menutup celah penyimpangan koperasi.